Kebijakan “tarif trump” adalah dilema global dan tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam mengatasinya
Oleh: Ronald Suwardi
Amerika serikat merupakan sebuah negara yang memiliki pengaruh besar dalam bingkai sosio politik-ekonomi global. Realitasnya bahwa berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh negara yang dijuluki “negeri Paman Sam” tersebut selalu saja berdampak terhadap tatanan global.
1. “Trump Effect”?
Pada November 2024, Donald Trump yang sebelumnya pernah menjadi presiden amerika serikat (AS) pada periode 2017-2021, kembali terpilih untuk memimpin negara tersebut pada periode 2025-2029 mendatang. Kembalinya Trump dalam panggung pemerintahan Amerika Serikat dinilai sebagai sebuah tantangan tersendiri bagi tatanan global, lantaran kebijakan serta ide politik Trump yang seringkali dinilai aneh dan penuh kontroversi.
Agus Sugiarto dalam opini “TRUMP EFFECT” dan “TRUMP MISTAKE” (Kompas, 30 jan. 2025) menyatakan bahwa Donald Trump dalam versi 2.0 diperkirakan tidak hanya membuat kebijakan aneh tetapi juga anti-globalisasi dan anti-liberalisme. Kebijakan ekstrem berbaasis nasionalisme yang tertuang di dalam slogan “American First” memang menjadi tumpuan warga AS untuk Kembali Makmur dan tetap menjadi negara adidaya. Tentunya, penguatan terhadap ide nasionalisme dalam hal politik-ekonomi tersebut akan bersaing dengan ide pasar global yang sekarang ini sedang menjadi ide ekonomi dari berbagai negara.
Ketakutan terhadap ide dan kebijakan itupun terjadi beberapa waktu lalu dalam pasar ekonomi global. Pucuk dicinta, ulam pun tiba; Di awal April tahun ini, presiden Donald Trump mengeluarkan kebijakan ekonomi yaitu Tarif Resiprokal untuk produk-produk impor yang masuk ke pasaar Amerika Serikat terhadap beberapa negara. Hal ini pun tentunya menyebabkan goncangan yang serius terhadap tatanan ekonomi atau pasar ekonomi global.
Istilah “Trump Effect” serentak menggema sebagai grammar politik global atas kebijakan Trump yang membawa dampak sedemikian besarnya terhadap tatanan sosio politik-ekonomi dunia. Kehadiran Donald Trump dalam panggung politik internasional seperti sebuah kejutaan dan dinilai akan memberikan efek domino dari setiap ide dan kebijakan politiknya.
2. Tarif Resiprokal dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia
Tarif Resiprokal Kembali menggema pasca kebijakan Trump untuk produk-produk impor yang masuk ke pasar AS. Tarif resiprokal dikenal sebagai sebuah tarif timbal balik (detik.com). Merujuk pada laman TIME, menyebutkan bahwa tarif resiprokal adalah pajak yang dikenakan terhadap barang impor asing. Pajak ini diberlakukan terhadap mitra dagang global dengan besaran yang sama dengan yang dikenakan terhadap barang suatu negara.
Adapun tujuan dari penerapan tarif resiprokal adalah membenahi ketidakseimbangan perdagangan yang selama ini terjadi di antara dua negara. Dengan memberlakukan tarif yang setara, kedua negara sama-sama melindungi industri lokalnya dari barang berharga murah asing. Hal ini setali tiga uang dengan laporan situs resmi Gedung Putih yang menyebut bahwa pemberlakuan tarif resiprokal dari presiden Trump pada beberapa waktu lalu bertujuan melawan “ketidakadilan” tarif yang menerpa para pelaku ekonomi Amerika Serikat.
Kebijakan tarif resiprokal yang dikeluarkan oleh Donald Trump berlandaskan pada memanasnya perang dagang Amerika Serikat dengan China. Menurut laporan Tempo (16 april 2025), Trump dalam unggahanya di media sosial X (sebelummnya Twitter), menjelaskan bahwa Keputusan kenaikan tarif ini didorong oleh sikap cina yang dinilai kurang menghargai pasar global. Menurut Trump, ini adalah akhir dari era China “merampok” Amerika dan negara lainnya. Hal ini yang menurut Trump sebagai sesuatu yang harus dijegal karena China dinilai tidak adil dalam sistem perdagangan.
Perang dagang inioun berdampak pada beberapa negara dan sala satunya adalah Indonesia. Menurut laporan detik. Com, Indonesia dikenai kebijakan tarif 32% lebih tinggi dibanding negara asia Tenggara lainnya seperti filipina (17%) tetapi lebih rendah daripada kamboja yang dikenai tarif 49%. Dalam hal ini, presiden AS mengumumkan tarif timbal balik yang meliputi peralatan elektronik, makanan, kopi, minuman keras, pakaian, Sepatu, kendaraan, hingga suku cadang, tetapi dikecualikan bagi farmasi, mineral penting, semi-konduktor dan lain-lain.
Sebagaimana ulasan di awal tadi perihal “trump effect” yang datang dari kebijakan Trump yang seringkali kontroversi, maka kebijakan “Tarif Trump” atau Tarif Resirokal tersebut juga dinilai membawa tekanan besar terhadap perekonomian Indonesia. Dilansir dari laman Kompas. Com (senin, 14/4/25), bahwa kebijakan “tarif Trump” memberi dampak pada penurunan daya saing ekspor Indonesia di pasar Amerika karena faktor harga barang yang menjadi lebih mahal. Akibatnya, permintaan terhadap produk Indonesia, khususnya dari sektor padat karya, seperti tekstil, alas kaki dan firnutur, diperkirakan bakal melemah. Hal ini pun berpotensi mengganggu neraca perdagangan nasional.
Adapun kebijakan ini menyebar ke financial sector dan nilai tukar. Nilai tukar rupiah sempat tertekan hingga menyentuh Rp 17.217 dollar AS pada senin (7/4/25) sekitar pukul 09:15 WIB, melebihi level krisis 1998 (Kompas. Com). Hal ini menunjukan sebuah gejolak yang harus ditangani dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah. Mengingat, faktor politik-ekonomi global bisa memicu chaos dalam skala politik-ekonomi nasional.
Prof. Ferry Latuhihin, ekonom Indonesia, pada seri podcast GASPOL, bertajuk “AS-China makin Panas” menyatakan bahwa kebijakan ini akan berdampak pada PHK masal pada Perusahaan-perusahaan padat karya yang selama ini mengekspor produk-produknya ke pasar Amerika Serikat. Menurut prof. Ferry, ketika permintaan mengalami penurunan, maka Perusahaan akan membuat regualasi baru dengan dampaknya terhadap PHK karyawan.
3. Strategi pemerintah menghadapi “trump effect”
Menghadapi gejolak “trump effect” tersebut, pemerintah Indonesia telah menyediakan strategi yang sekiranya bisa menangkal dampak kebijakan trump terkait tarif import. Menurut Deputi Bidang Diseminasi dan Media kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Noudhy Voldriyno, bahwa ada tiga “gebrakan besar” yang sudah dilakukan jauuh hari untuk menghadapi gejolak. Kebijakan itu antara lain:
a. Perluasan mitra dagang
Menurut Noudhy, bergabungnya Indonesia di dalam aliansi ekonomi BRICS memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional. Tentunya, bahwa perluasan mitra dagang dalam bingkai hubungan bilateral dan multilateral menjadi opsi yang baik dari dampak yang dihasilkan dari kebijakan Trump. Sehingga harapanya adalah ekspor terhadap produk-produk yang selama ini dominan ke pasar AS bisa direalokasi ke pasar negara lainnya.
b. Percepatan Hilirisasi Sumber Daya Alam
Menurutu Noudhy, pemerintah Prabowo sangant memprioritaskan kebijakan hilirisasi. Salah satunya adalah komoditas Nikel. Selain itu, Prabowo juga telah meluncurkan Badan Pengelola Investasi Danantara yang diklaim untuk mempercepat hilirisasi SDA.
c. Penguatan Konsumsi dalam Negri
Menurut Noudhy, program Makan Gizi Gratis (MBG) dan pendirian 80.000 koperasi merah putih bertujuan pada impor serta memperkuat perekonomian domestik. Diharapkan dari program itu dapat mendongkrak konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 54% dari PDB Indonesia.
4. Catatan pinggir dari penulis
Perihal gejolak politik-ekonomi yang berdampak pada tatanan global tersebut, ada beberapa catatan pinggir yang hemat saya penting menjadi pengingat bersama. Kebijakan “tarif trump” adalah dilema global dan tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam mengatasinya. Menurut saya, pemerintah perlu mengoptimalisasi kebijakan politik populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dinilai pemborosan terhadap keuangan negara.
Aspek finansial itupun bisa dialokasikan untuk memperkuat aspek bisnis dalam negeri. semisal, memperkuat perusahan-perusahaan yang mengalami gejolak ekonomi sehingga perusahan-perusahaan tersebut tidak berimbas tutup dan karyawan tidak mengalami PHK.
Selain itu, pemerintah harus meninjau Kembali berbagai regulasi yang menyebabkan investor sulit berinvestasi di Indonesia. Sebagai catatan akhir, saya mengharapkan agar presiden Prabowo berani memberantas korupsi sebgagai salah satu asbabunusul penghambat kemajuan ekonomi Indonesia. Hal ini bisa diimpelmentasikan dengan membuat perppu perampasan aset yang selama ini menjadi tuntutan civil society.