METRUM.ID – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Mahasiswa Menolak Pemangkasan Anggaran (GEMMPA) menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan oleh pemerintah. Mereka bergerak dari Kantor Gubernur NTT menuju Kantor DPRD Provinsi NTT, dengan membawa sekitar 65 peserta dari sembilan organisasi mahasiswa, (19/02/2025).
Aksi ini merespons kebijakan Presiden Prabowo yang memangkas 10% anggaran negara tahun 2025 dengan alasan efisiensi. GEMMPA menilai kebijakan ini sebagai bagian dari strategi ekonomi neoliberal yang merugikan rakyat, khususnya mahasiswa, kaum tani, buruh, dan nelayan.
Dalam rilis resmi, GEMMPA menegaskan bahwa pemangkasan anggaran ini melanjutkan kebijakan ekonomi neoliberal yang sudah berlangsung sejak era Reformasi. Mereka menyoroti bagaimana pemerintah secara sistematis menghapus subsidi sosial, termasuk pendidikan, demi mengikuti arahan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. GEMMPA menganggap kebijakan ini sebagai bentuk penjajahan ekonomi yang mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan kapitalis global.
Selain itu, mereka mengecam pemerintah yang lebih memilih mengalokasikan anggaran untuk militer dan kepolisian dibandingkan pendidikan. GEMMPA menegaskan bahwa kenaikan anggaran militer hanya bertujuan menekan rakyat yang menuntut hak-haknya, termasuk hak atas pendidikan yang layak dan terjangkau. Mahasiswa juga menyoroti bagaimana kebijakan ini berpotensi meningkatkan biaya pendidikan, sehingga semakin banyak mahasiswa yang kesulitan melanjutkan kuliah akibat komersialisasi kampus.
Dalam orasi, massa aksi menuntut pemerintah untuk tetap mengalokasikan dana pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Mereka mengecam kebijakan pemangkasan anggaran yang lebih mengutamakan kepentingan militer dibandingkan sektor pendidikan. Para mahasiswa juga menyoroti bagaimana negara lain sibuk memajukan pendidikan mereka, sementara Indonesia justru sibuk menyelamatkan korupsi, menaikkan biaya pendidikan, serta menindas rakyat. Massa aksi menegaskan bahwa perjuangan tidak bisa hanya bergantung pada elite politik atau DPR, tetapi harus terus diperjuangkan bersama rakyat.
Koordinator umum aksi, Ilan Hildun, menegaskan bahwa pemangkasan anggaran ini akan berdampak buruk bagi mahasiswa, terutama melalui kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan semakin menguatnya komersialisasi pendidikan.
“Kami ingin melakukan audiensi dengan DPR Provinsi NTT, tetapi tidak menemukan satu pun anggota DPR karena mereka berada di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak peduli terhadap aspirasi rakyat,” ujar Ilan Hildun.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa jika tuntutan mereka tidak mendapatkan respons, aksi serupa dengan jumlah massa yang lebih besar akan kembali mereka gelar.
Tuntutan Massa Aksi:
- Cabut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025.
- Hentikan pelibatan aparat bersenjata dalam ruang sipil dan tolak pembangunan KODAM baru serta peningkatan anggaran militer.
- Hentikan pembahasan RUU Sisdiknas.
- Hentikan transformasi PTN-BLU menjadi PTNBH.
- Cabut UU PT dan Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 yang melanggengkan liberalisasi, komersialisasi, dan privatisasi pendidikan.
- Hentikan keterlibatan kampus dalam melegitimasi kebijakan pro-imperialisme dan borjuasi besar komprador.
- Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan berpihak pada rakyat dengan berbasis reforma agraria sejati serta industrialisasi nasional.
Tuntutan Khusus:
- Mendesak DPR untuk menyatakan sikap menolak Inpres No. 1 Tahun 2025 melalui media.
- Hentikan pemotongan tunjangan dosen non-PNS sebesar 25% (676 miliar)
- Pemerintah harus lebih memperhatikan daerah 3T yang belum mendapatkan pendidikan layak.
- Perhatikan kesejahteraan guru yang masih belum mendapatkan haknya.
- Lakukan kajian ulang terhadap kebijakan pemotongan anggaran.
Aksi ini mencerminkan ketidakpuasan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang mereka anggap tidak berpihak pada rakyat. Mereka berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak atas pendidikan yang layak dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.***