Untuk pertama kalinya sejak tahun 2018, umat Stasi Paundoa kembali membawakan prosesi Sarajawa, sebuah ritual sakral yang telah lama dinanti oleh umat Paroki Waerana
METRUM.ID – Misa Jumat Agung di Paroki Kabar Gembira Waerana hari ini menjadi momen yang penuh haru dan kenangan mendalam. Untuk pertama kalinya sejak tahun 2018, umat Stasi Paundoa kembali membawakan prosesi Sarajawa, sebuah ritual sakral yang telah lama dinanti oleh umat Paroki Waerana. Prosesi ini menjadi sorotan utama karena menghadirkan suasana spiritual yang begitu mendalam, menggugah hati setiap umat yang hadir.
Sarajawa adalah sebuah tradisi prosesi penghormatan yang biasa ditujukan bagi tokoh-tokoh agung atau terhormat, seperti pemimpin adat. Namun dalam liturgi Jumat Agung ini, Sarajawa dihadirkan sebagai bentuk penghormatan kepada Yesus Kristus yang wafat di kayu salib demi menebus dosa umat manusia.
Sekitar dua puluh orang lebih terlibat dalam prosesi ini. Mereka memulai dengan nggore nggote (lantunan gendang dalam rangkaian prosesi Sarajawa) dari depan Gereja Paroki, diikuti perarakan salib yang dipimpin langsung oleh Pastor Paroki. Suasana semakin mengharukan saat prosesi dilanjutkan dengan ratapan atau wase dari para ibu, termasuk satu sosok yang memerankan Bunda Maria, yaitu mama Fransiska.
Salah satu syair ratapan yang digaungkan dalam bahasa Rongga berbunyi: “Ate ja’o mesu talo, nezho nezho rero talo.” Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, ungkapan ini menggambarkan jeritan hati seorang ibu yang kehilangan anak tercinta—hatinya hancur berkeping-keping, tanpa tahu ke mana arah untuk menerima kehilangan itu. Sebuah ratapan yang menyayat hati, membuat seluruh umat terdiam dalam keheningan penuh air mata.
Prosesi dilanjutkan dengan ngga’e, yang merupakan bentuk “biografi” Yesus—menceritakan asal-usul-Nya hingga akhirnya didera dan wafat. Saat para ibu mendatangi altar dari tiga sisi gereja sambil menangis, suasana menjadi sangat sakral dan emosional. Tak sedikit umat yang meneteskan air mata, termasuk Romo Beni Jehadun selaku Pastor Paroki yang mengaku ini adalah kali pertama ia menyaksikan prosesi Sarajawa dan tidak mampu menahan tangis.
“Saya benar-benar tersentuh. Ini luar biasa sakral dan menyedihkan. Saya menangis bukan hanya karena prosesi ini, tapi karena cinta umat yang begitu dalam kepada Kristus,” ungkap beliau seusai misa.
Rasa rindu umat Waerana terhadap Sarajawa akhirnya terbayar. Prosesi sarajawa bukan hanya ritual, tetapi menjadi momen refleksi spiritual mendalam akan penderitaan dan pengorbanan Yesus Kristus. Sebuah Jumat Agung yang tak akan mudah dilupakan oleh umat Paroki Kabar Gembira Waerana.