HUKUM

Gelar Aksi, Aliansi Mahasiswa di Kupang Desak Tuntaskan Kasus Pemerkosaan Anak yang Mandek di Polres Kupang

×

Gelar Aksi, Aliansi Mahasiswa di Kupang Desak Tuntaskan Kasus Pemerkosaan Anak yang Mandek di Polres Kupang

Sebarkan artikel ini
Imanuel Tampani, salah satu keluarga korban berorasi di depan Mapolres Kupang pada 15 Apri 2025. Foto: Aliansi Pencari Keadilan.
Imanuel Tampani, salah satu keluarga korban berorasi di depan Mapolres Kupang pada 15 Apri 2025. Foto: Aliansi Pencari Keadilan.

Polres Kupang Janji Tangkap Pelaku dalam Waktu Tujuh Hari

METRUM.IDSejumlah organisasi mahasiswa di Kupang turun ke jalan menggelar aksi protes di depan Markas Polres Kupang, Nusa Tenggara Timur, menuntut penuntasan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dinilai berjalan lambat dan tidak jelas arah penanganannya.

Demonstrasi ini diorganisir oleh Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu (IKIF), Perhimpunan Mahasiswa Timor (Permatim), Sahabat Alam NTT (Shalam), dan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang NTT.

Massa memulai aksinya dari area Satlantas menuju gerbang utama Mapolres Kupang sekitar pukul 10.30 Wita, menyebabkan lalu lintas di Jalan Terusan Timor Raya mengalami kemacetan selama lebih dari dua jam.

Dalam aksi itu, mahasiswa membawa spanduk bertuliskan “Lawan Kekerasan Terhadap Anak” serta tagar seperti #StopKekerasanTerhadapAnak dan #KamiBersamaKorban. Tuntutan utama mereka adalah agar pihak kepolisian segera menangkap pelaku yang kabur saat akan diamankan di Desa Noelmina, Kecamatan Takari, pada 26 Maret lalu.

Kritik terhadap Kepolisian dan Desakan Transparansi

Valentino Ola, koordinator aksi, dalam orasinya menyebut bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti sebelum keadilan ditegakkan. Ia mengecam lemahnya respons kepolisian dalam menangani kasus yang melibatkan korban anak.

“Seharusnya kasus ini jadi prioritas. Pelaku bebas, sementara korban sudah harus melahirkan dalam trauma,” ujar Valentino. Ia menilai aparat tidak menunjukkan empati dan ketegasan, bahkan menyebut langkah polisi seperti penerbitan surat panggilan sebagai upaya sia-sia yang tidak menyentuh akar persoalan.

Ia juga menyoroti ketidakjelasan informasi dari Polres, terutama perbedaan penjelasan antara Humas dan unit PPA. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang diterima keluarga pada 7 Maret menyebut kasus sudah naik ke tahap penyidikan. Namun, Humas Polres menyatakan proses penyidikan belum dimulai, memunculkan kebingungan di pihak keluarga.

Suara Ibu Korban: “Kami Hanya Ingin Keadilan”

DT, ibu dari korban, turut hadir dalam demonstrasi. Ia menyampaikan betapa anaknya masih berjuang memulihkan diri pasca-operasi kehamilan. “Kami merasa ditinggalkan,” ujarnya sambil menitikkan air mata.

Ia mempertanyakan mengapa pelaku masih dibiarkan berkeliaran dan mengecam sikap aparat yang dinilainya tidak peka terhadap penderitaan anak dan keluarga mereka.

Hal senada disampaikan Asten Bait dari IKIF. Ia mengkritik sikap pasif aparat yang terlihat duduk-duduk saat massa berorasi. “Kami datang sebagai rakyat yang menagih tanggung jawab. Tapi justru kami dipandang sebelah mata,” katanya.

Asten bahkan menuduh adanya kemungkinan aparat sengaja membiarkan pelaku kabur. “Kalau tidak terlibat, seharusnya pelaku sudah lama ditangkap,” tegasnya.

Orator perempuan, Tiara Mau, juga mempertanyakan sensitivitas aparat, terutama penyidik perempuan dalam unit PPA, yang dianggap gagal melindungi sesama perempuan. Menurutnya, hal ini mencerminkan bahwa keadilan seperti barang dagangan yang hanya bisa dibeli.

Setelah negosiasi, sekitar pukul 11.40 Wita, massa diperbolehkan masuk ke area Mapolres untuk audiensi. Awalnya hanya enam orang yang diperbolehkan masuk, tetapi desakan massa menuntut agar seluruh massa aksi bisa bertemu dengan Kapolres Kupang.

Polres Kupang Janji Akan Bertindak dalam Sepekan

Audiensi dihadiri langsung oleh Kapolres Kupang, AKBP Rudy Junus Jacob Ledo, Kanit PPA Ipda Mega O. Wun, serta pejabat lainnya. Dalam forum itu, Asten kembali menanyakan status penanganan kasus, khususnya perkembangan pencarian pelaku.

AKBP Rudy menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan perhatian serius pada kasus ini, termasuk mendampingi korban selama pemulihan. Ia menyebut bahwa perlindungan korban tidak semata-mata ditentukan dari penangkapan pelaku.

Namun, pernyataan itu langsung dibantah oleh Imanuel Tampani, perwakilan keluarga korban. Menurutnya, inisiatif untuk mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK dilakukan secara mandiri oleh keluarga bersama jaringan aktivis, tanpa dukungan dari pihak kepolisian.

Rudy sendiri menyatakan bahwa pihaknya sedang memburu pelaku yang diduga bersembunyi di wilayah Timor Tengah Selatan. Ia mengklaim bahwa proses ini tidak harus diinformasikan kepada keluarga demi efektivitas penyelidikan.

Saat ditanya oleh Valentino mengenai batas waktu, Rudy menyatakan komitmen untuk menangkap pelaku dalam waktu tujuh hari. Ia juga membuka ruang bagi keluarga untuk melaporkan Polres Kupang ke Polda NTT bila merasa penanganannya tidak profesional.

Audiensi berlangsung selama dua jam dan ditutup dengan penyerahan dokumen tuntutan oleh massa aksi kepada Kapolres.