NASIONAL

Akhir Kisah Pengadilan Harvey Moeis, Hukuman Menjadi 20 Tahun Penjara  

×

Akhir Kisah Pengadilan Harvey Moeis, Hukuman Menjadi 20 Tahun Penjara  

Sebarkan artikel ini
Harvey Moeis, Hukuman Menjadi 20 Tahun Penjara. (Antara Foto/Dhemas Reviyanto)
Harvey Moeis, Hukuman Menjadi 20 Tahun Penjara. (Antara Foto/Dhemas Reviyanto)

METRUM.ID – Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, hari ini, Kamis (13/2/2025), menyampaikan putusan banding atas kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022, dengan terdakwa Harvey Moeis.

Dalam putusan yang dibacakan Hakim Teguh Harianto, di Pengadilan Tinggi Jakarta, Harvey Moeis terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Maka dari itu, majelis hakim memperberat hukuman terdakwa dengan pidana 20 tahun penjara, plus denda Rp1 miliar subsider delapan bulan kurungan.

Hakim juga mengharuskan Harvey Moeis membayar uang pengganti Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.

“Menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dan TPPU secara bersama sebagaimana dakwaan kesatu primer, dan kedua primer. Menjatuhkan pidana kepada Harvey Moeis selama 20 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Menghukum uang pengganti Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara,” kata Hakim Teguh.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Harvey Moeis yang mewakili PT RBT pidana 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Pengusaha yang juga suami selebriti Dewi Sandra itu juga dihukum membayar uang pengganti sebanyak Rp210 miliar subsider dua tahun penjara.

Selanjutnya, seluruh aset Harvey yang terkait dengan perkara dirampas untuk negara sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti.

Vonis pengadilan tingkat pertama itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 12 tahun penjara.

Karena tidak terima dengan vonis tersebut, jaksa penuntut umum mengajukan banding.

Putusan yang ringan itu juga sempat mendapat perhatian dari Prabowo Subianto Presiden.

Menurut Prabowo, terdakwa kasus korupsi yang merugikan negara sampai triliunan Rupiah semestinya dihukum berat, bahkan sampai 50 tahun penjara.

Sekadar informasi, Harvey Moeis bersama sejumlah terdakwa lainnya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU secara bersama-sama sampai merugikan negara mencapai Rp300 triliun.

Respons Penasihat Hukum Harvey Moeis

Penasehat Hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih mengaku kecewa vonis 20 tahun penjara terhadap kliennya itu.

Dia menilai hakim tidak mempertimbangkan ratio legis (asas hukum) dan lebih mengedepankan ratio populis (kepentingan publik).

“Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah wafat Rule of Law pada hari Kamis, 13 Februari 2025, setelah rilisnya bocoran putusan pengadilan tinggi,” ujar Junaedi, melalui keterangannya, Kamis (13/2/2025).

“Akrobatik hukum atas penggunaan ketentuan hukum yang salah adalah pembangkangan atas legalitas,” sambungnya.

Junaedi menyebut, dalam kasus ini kliennya hanya berdiskusi terkait rencana bisnis PT Timah dengan swasta untuk meningkatkan produksi, dan hasilnya terdapat keuntungan.

“Terbukti produksi PT Timah meningkat dan perusahaan tersebut untung hingga Rp1 triliun,” ujarnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Sahid, Saiful Anam menilai vonis 20 tahun penjara terhadap Harvey Moeis terlalu berat. Menurutnya, kerugian yang dituduhkan masih bersifat potensial dan tidak riil.

“Jadi kerugian yang bersifat potensial tidak jelas berapa, jumlahnya pun tidak dapat ditentukan berapa, sehingga tidak adil jika yang bersangkutan dikenakan hukuman sampai dengan 20 tahun,” katanya, Kamis (13/2/2025).

Menurutnya, dalam hukum pidana terdapat prinsip Lex Scripta dan Lex Certa, yang mengharuskan rumusan delik pidana harus jelas dan tertulis.

Saiful juga menegaskan bahwa pengadilan harus berimbang dalam mempertimbangkan kesalahan dan perbuatan yang dilakukan.

“Jangan sampai seseorang yang tidak melakukan tindak pidana dan tidak merugikan siapapun dipaksa untuk mempertanggungjawabkannya,” tandasnya. ***